Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum – Dalam rangkaian pertemuan secara terpisah dengan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) ,Bawaslu mengajak para jurnalis memproduksi kepemiluan secara benar. Menurut Ketua Bawaslu Rahmat Bagja dan Anggota Bawaslu Lolly Suhenty hal ini demi pendidikan politik dan mencegah merebaknya hoaks (kabar bohong).
Bagja menyatakan polarisasi politik pada Pemilu 2024 mendatang dapat memicu pelanggaran dan perpecahan di masyarakat. Dia menuturkan polarisasi ini telah terjadi dalam Pemilihan Presiden 2014 dan 2019 yang lalu dan berhasil diminimalisir karena adanya kerjasama dengan Pers. Sehingga dia melihat dikarenakan Pemilu akan lebih besar yaitu menghadapi Pemilihan di 514 Kabupaten/kota dan 33 pemilihan Gubernur maka persiapan perlu lebih ekstra lagi.
“Kita punya pengalaman polarisasi calon presiden di tahun 2014 dan 2019. Kami tidak bisa sendiri (menangani polarisasi), ini sangat dibutuhkan kerja sama bersama teman-teman PWI,” jelas Bagja di Kantor Bawaslu, Jakarta, Rabu (22/6/2022).
Kepada perwakilan IJTI, Bagja pun mengajak awak jurnalis televisi bisa turut memberikan sumbangsih pemetaan masalah seperti mengidentifikasi daerah yang disinyalir punya kerawanan tinggi. “Misalnya IJTI dengan jaringan daerah membuat pemetaan indeks kerawanan pemilu atau pemilihan. Nanti bisa digabungkan dengan data Bawaslu,” terang dia.
Setuju dengan Bagja, Lolly Suhenty pun melihat Bawaslu dengan kewenanganan pengawasan, penanganan pelanggaran, dan penyelesaian sengketa dapat menjadi bahan tudingan tak benar. “Dengan limitasi waktu penanganan pelanggaran dan penyelesaian sengketa oleh salah satu pihak yang merasa dirugikan, maka bisa saja tudingan atau hoaks bermunculan di media sosial. Karena itu, kami mengharapkan dukungan para jurnalis membuat berita yang benar dan disebarkan secara kuat agar bisa memberikan pencerahan kepada masyarakat,’ jelas dia.
Dia menyebutkan isu polarisasi politik perlu dilakukan pencegahan dari partisipasi masyarakat salah satunya dari pers. Sebab menurutnya potensi pelanggaran ke depan akan tinggi karena adanya salah satunya soal polarisasi politik akibat pemilih muda kita yang diproyeksikan menembus 60 persen.
Sehingga Lolly berharap PWI dapat bersama-sama bertanggungjawab terhadap proses edukasi publik untuk bisa menekan berbagai isu hoaks. Agar nantinya, dia melihat ikhtiar ini dapat menciptakan demokrasi yang luber jurdil maka partisipasi masyarakat diharapkan meningkat.
“Tanggung jawab kehumasan kami memastikan seluruh informasi ke publik ini akurat karena konteks disinformasi itu bisa menyebar kalau Bawaslu kalah cepat menyebarkan informasi yang benar dan akurat,” jelas Lolly kepada PWI.
“Ini tuntutan kita dan hanya bisa dilakukan bersama-sama,” tambahnya.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua Umum PWI Atal Sembiring Depari pun menyambut baik hal yang disampaikan Bawaslu sehingga dia akan menyosialisasikan kepada seluruh wartawan agar dapat memberikan berita yang positif untuk mendukung pelaksanaan Pemilu. Begitupula, lanjutnya, jika ada disinformasi sedapat mungkin dapat segera memberikan berita klarifikasi kalau hal itu tidak benar.
“Perlu untuk media bisa menyampaikan informasi yang perlu masyarakat tahu maka akan membumi. Sekaligus untuk memverifikasi hoaks,” tuturnya.
Sedangkan Ketua IJTI Herik Kurniawan meyakinkan pihaknya telah membuat kurikulum dalam dunia pers yang diharapkan bisa turut menanggulangi hoaks. “ITJI akan melakukan launching Kawal Pemilu 2024 serta turut melaksanakan berbagai workshop pelatihan,” terang dia.
Sumber Berita: Humas Bawaslu RI