Bogor, Badan Pengawas Pemilihan Umum- Pusat Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan Bawaslu (Puslitbangdiklat) Bawaslu meminta masukan kepada berbagai pihak terkait dengan pengawasan tahapan pendaftaran partai politik (parpol) peserta Pemilu Serentak 2024. Hal itu bertujuan untuk mitigasi risiko pengawasan tahapan pemilu.
Plt Kapusdatin KPU Andre Putra Himawan menjelaskan pihaknya telah melakukan evaluasi terhadap Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) yang digunakan pada Pemilu Serentak 2019 lalu. Untuk itu, KPU telah melakukan pemutakhiran terhadap Sipol.
“Untuk Bawaslu akan diberikan akses untuk melihat proses di Sipol, ketika ada yang tidak sesuai maka dapat langsung menyampaikannya,” katanya dalam Diskusi Kelompok Terpumpun Manajemen Risiko Pengawasan Tahapan Pendaftaran Parpol Peserta Pemilu dalam Penerapan Sipol, Selasa (14/6/2022).
Dalan kesempatan itu, dia juga menjelaskan beberapa perbandingan Sipol 2019 dan 2024 yakni “monitoring progres” pada 2019 tidak ada, kemudian pada 2024 ada. Lalu, rekam jejak arsip pada 2019 tidak ada dan 2024 ada.
Selanjutnya, pemutakhiran data berkelanjutan per semester pada 2019 tidak ada, lanjutnya, pada 2024 ada. “Konsultasi pada 2019 tidak ada, 2024 ada,” tambah dia.
Sekretaris Badan Saksi Pemilu Nasional DPP PDI Perjuangan Candra Irawan mengatakan Sipol KPU telah mengalami berbagai macam kemajuan. Hanya saja, dia mempertanyakan soal penggunaan Sipol yang terkesan wajib dilakukan, padahal itu hanya sebagai alat bantu.
“Dalam rancangan PKPU penginputan data dan unggah dokumen masih terkesan menjadi kewajiban. Sehingga, parpol yang tidak melakukan ‘input’ data maka pendaftaran tidak dilayani oleh KPU da seolah-olah sipol menjadi alat wajib dalam tahapan,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Dignity Indonesia Jefry Ardiansyah mengatakan potensi masalah parpol ada dua hal yakni verifikasi administratif dan verifikasi faktual.
Verifikasi administratif cukup hanya dilakukan bagi partai yang lolos “parliamentary threshold”. “Masalah verifikasi administrative terkait urusan kepengurusan partai yang menyangkut minimal 30% keterwakilan perempuan, vailidasi data kepengurusan, dan validasi jumlah/data keanggotaan,” ujarnya.
Dia melanjutkan, verifikasi faktual perlu diperhatikan metode verifikasinya. misalnya, kata dia, menggunaka metode sensus dan ‘simple random sampling’.
Dalam kesempatan itu, dia juga memberikan masukan strategi pengawasan yang dapat dilakukan Bawaslu. Pertama, verifikasi partisipatif. “Adanya ruang bagi masyarakat untuk mengecek apakah namanya tercatut ke dalam parpol,”sebutnya
Kedua, sosialisasi kendala tahapan pendaftaran parpol dengan mengkomunikasikannya ke parpol terkait mekanisme Sipol. Ketiga, sosialisasi mekanisme pelaporan dan penanganan pelanggaran dengan membuka ruang konsultasi.
Keempat, koordinasi dan sinergisitas dengan dukcapil. Kelima, mendorong Sipol sebagai sistem manajaemen informasi bersifat mature. Keenam, Sipol bukan syarat verifikasi melainkan metode pendaftaran.
“Apabila ada kendala sistem, Bawaslu wajib mengawal jalannya Sipol,” tuturnya.
Sumber: Humas Bawaslu RI