Lolak, Bawaslu Bolmong—Ketua Bawaslu Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) Pangkerego, SIP membahas soal Tugas dan Fungsi Bawaslu disesuaikan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 Tentang “Perubahan Kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang. Ia menjelaskan bahwa penggunaan peraturan yang dipakai oleh Penyelenggara Pemilu selalu mengalami tumpang tindih hukum Pemilu karena tidak adanya pedoman hukum yang pasti dan akurat.
Dengan keterbatasan regulasi tentang sebutan Panitia Pengawas (Panwas) Kabupaten bukan hal yang harus dipertentangkan, apalagi berkenaan dengan pengawasan lewat divisi Pengawasan dan Hubungan Antar Lembaga. Sebab ini diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No.16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas PKPU No.15 tahun 2019 dilihat dari sudut pandang Penyelenggara Pemilu dalam Pasal 22E UUD NRI Tahun 1945 tentang Pemilihan Umum.
Kemudian Penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dilaksanakan secara demokratis dimana penyelenggara dalam hal ini Komisi Pemilu Umum (KPU) dan Bawaslu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan membentuk Penyelenggara Pemilu di bawahnya yang disebut dengan penyelenggara Adhoc.
Pangkerego, SIP mengatakan bahwa dikeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 54 tahun 2019 Tentang “Pendanaan Kegiatan Pemilihan Gubernur, Bupati Dan Walikota Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah” dan Surat Edaran Nomor 0410 Tentang Pelaksanaan Dan Wewenang Pengawasan Dalam Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan pemilihan Walikota dan Wakil Walikota. Ketentuan-ketentuan inilah yang nanti menjadi acuan untuk Penyelenggara Pemilu agar dapat mengetahui tata cara pengelolaan keuangan daerah” ungkapnya.
Pelaksanaan Tugas dan kewenangan ini bila dirunut dari Pasal 82 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011, Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017, dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 bahwa konteks legalitas hukum harus mengacu pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang kemudian dijabarkan pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) dan Peraturan Bawaslu (Perbawaslu).
Oleh karena itu dalam negara biasanya kita dikenal sebagai kekosongan hukum sehingga sangat perlu dilakukannya legalisasi Undang-Undang (UU) dan peraturan perundang- undangan. Kemudian jika terjadi tumpang tindih kewenangan Pilkada dan Pemilu, Bawaslu tentu akan mengambil langkah Kodifikasi mengenai Peraturan Hukum yang ada.
Gagasan Omnibus Law merupakan upaya pemerintah dalam memberikan kepastian hukum, kodifikasi UU Pemilu dan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubenur, Bupati, dan Walikota atau biasa disebut UU Pilkada guna memberikan kepastian hukum.(Adm Bawaslu)